Benteng SAMAWA Rumah Tangga



Rekan Wanita Muslimah Rahimakumullah...


Tulisan ini kami sampaikan bukanlah mencari siapa yang salah siapa yang benar, namun sering kita tak adil didalam memandang permasalahan dalam rumah tangga.
Terutama sekali jika berkaitan dengan orang ketiga. Para istri sering ilfil dan serta-merta menyalahkan wanita lain sebagai wanita penggoda suami orang. Benarkah demikian?
Pendapat bahwa wanita lain lah yang salah karena telah menggoda suami orang, belum tentu sepenuhnya benar. Apalagi banyak istri yang lantas protektif terhadap suami, memeriksa isi hape, isi dompet, isi email, hanya karena ketakutan suami tergoda.
Bagaimana pun seksi dan genitnya wanita menggoda, jika suami memiliki iman kuat dan berkomitmen terhadap rumah tangganya tentu tidak akan tergoda melakukan perselingkuhan apalagi sampai berzina.
Sebagaimana kisah berikut ini:
Abul Faraj Ibnul Jauzy dan ulama lainnya meriwayatkan, bahwa ada seorang wanita cantik tinggal di Makkah. Ia sudah bersuami.
Suatu hari ia bercermin dan menatap wajahnya sambil bertanya kepada suaminya: “Menurutmu, apakah ada seorang lelaki yang melihat wajahku dan tidak akan tergoda?”
Sang suami menjawab: “ada!”
Si istri bertanya lagi: ”Siapa dia?”
Suaminya menjawab: ”Ubaid bin Umair.” (Seorang Qodhi Makkah waktu itu).
Sang istri berkata: ”Ijinkan aku menggodanya.”
“Silahkan , aku telah mengijinkanmu.” jawab suaminya.
Maka wanita itu mendatangi Ubaid bin Umair seperti layaknya orang yang meminta fatwa. Beliau membawanya ke ujung masjid Al Haram dan wanita itu menyingkapkan wajahnya yang bagaikan kilauan cahaya rembulan.
Maka Ubaid berkata kepadanya: “Wahai hamba Allah, tutuplah wajahmu.”
Si wanita menjawab: “Aku sudah tergoda denganmu.”
Beliau menanggapi: “Baik. Saya akan bertanya kepadamu tentang satu hal, apabila kamu menjawab dengan jujur, aku akan perhatikan keinginanmu.”
Si wanita berkata: “Aku akan menjawab setiap pertanyaanmu dengan jujur.”
Beliau bertanya: “Seandainya saat ini malaikat maut datang kepadamu untuk mencabut nyawamu, apakah engkau ingin aku memenuhi keinginanmu?”
Si wanita menjawab: “Tentu tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Seandainya engkau telah masuk kubur dan bersiap-siap untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”
Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila manusia sedang menerima catatan amal perbuatan mereka, lalu engkau tidak mengetahui apakah akan menerimanya dengan tangan kanan ataukah dengan tangan kiri, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”
Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila engkau sedang akan melewati Ash-Shirat, sementara engkau tidak mengetahui akan selamat atau tidak, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”
Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila telah didatangkan neraca keadilan, sementara engkau tidak mengetahui apakah timbangan amal perbuatanmu ringan atau berat, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”
Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau bertanya lagi: “Apabila engkau sedang berdiri dihadapan Allah untuk ditanya, apakah engkau suka bila sekarang kupenuhi keinginanmu?”
Si wanita menjawab: “Tentu saja tidak.”
Beliau berkata: “Bagus, engkau telah menjawabnya dengan jujur.”
Beliau lalu berkata: “Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah telah memberikan karunia-Nya kepadamu dan telah berbuat baik kepadamu.”
Abul Faraj berkata: “Maka wanita itupun pulang ke rumahnya menemui suaminya.
Sang suami bertanya: “ Apa yang telah engkau perbuat?”
Si istri menjawab: “Sungguh engkau ini pengangguran (kurang ibadah) dan kita ini semuanya pengangguran.”
Setelah itu si istri menjadi giat sekali melaksanakan sholat, shaum, dan ibadah-ibadah lain.
Hingga si suami sampai berkata: “Apa yang terjadi antara aku dengan Ubaid? Ia telah merubah istriku. Dahulu setiap malam bagi kami bagaikan malam pengantin. Sekarang ia telah berubah menjadi ahli ibadah?”
Jelas bahwa fitnah terbesar pun, yakni wanita, tidak akan berdampak pada seorang pria yang beriman.
Sehingga jelas bahwa yang perlu selalu diperbaiki dalam rumah tangga kita adalah keimanan yang lurus pada Allah. Semoga Allah membentengi rumah tangga kita dengan iman dan ketaqwaan padaNya.
(Dinukil dari kitab Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaaqin Karya Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)
Semoga kisah diatas bisa menjadi iktibar bagi kita… terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca.

Post a Comment

0 Comments

loading...